cerpen fiksi
Masalah Baru
Fiksi/Cerita
Remaja
Sudah
dua hari ini aku termenung di kamarku, entah karena gundah dengan status jomblo
ini atau kejadian beberapa waktu lalu. Rasanya ingin sekali pergi menjauh dari
masalah-masalah ini.
“Melambung jauh, terbang tinggi… bersama mim…”
“Don, beli gas!” teriak ibu dari dapur yang
menghentikan nyanyianku.
“Halah, Ini lagi belajar lho bu, besok kan masih
tes. Biar nilainya bagus bu,” tolakku sambil berbohong.
“Cepet! Daripada nanti malam gak makan,” perintah ibuku memaksa.
Dengan malasnya aku bangkit dari tempat tidurku dan
mulai berjalan menuju dapur. Terlihat sebuah tabung gas yang habis telah
menanti di samping ibuku. Sungguh, sebenarnya malas sekali kalau disuruh
membeli gas.
“Mana uangnya? Kembaliannya buat aku lho,” ujarku
tiba-tiba.
Dalam beberapa detik saja uang ibu pun berpindah
tangan padaku. Aku ambil tabung gas yang habis dan langsung melesat pergi.
Dalam perjalananku menuju warung bayang-bayang masalahku datang kembali.
“Uh… kenapa sih galau gak ilang-ilang?” pikirku.
“Huft…” desisku.
Hanya dalam waktu dua menit saja, aku sudah sampai
di depan warung Bu Budi. Terlihat dagangannya dan tabung gas yang tertata rapi.
Di samping itu Bu Budi juga baik dan ramah. Maka dari itu, jika aku disuruh ibu
beli sesuatu aku pasti pergi ke warung Bu Budi.
“Cing, beli gas,” kataku.
“Eh Mas Doni, gasnya ambil sendiri ya!” jawab Bu
Budi.
Aku ambil tabung gas yang baru dan Aku tukarkan
lembaran rupiah yang diberikan ibu dengan tabung gas yang baru.
“Makasih ya cing,” ucapku sambil menerima kembalian
dari Bu Budi.
“Sama-sama,” balas Bu Budi.
Kumasukan kembalian kedalam kantong celanaku. Aku
berjalan kembali ke rumah. Sampai di rumah aku letakkan tabung gas baru di
dapur. Segera aku mencuci tangan dan kembali ke kamar. Aku rebahkan tubuhku
dengan segala kegundahan yang selalu menghantui pikiranku. Tak terasa aku pun
teridur.
“Allahu Akbar… Allahu Akbar…” terdengar suara adzan
magrib membangunkanku.
Bergegas aku bangun dan lari menuju kamar mandi.
Perasaan dan badanku terasa segar kembali setelah mandi. Kemudian ku ambil air
dan berwudu. Aku lakukan ibadah sesuai rutinitas.
Malamnya aku belajar mata pelajaran bahasa Inggris
yang akan diujikan besok. Aku buka bukuku lembar demi lembar, tetapi rasa
kantuk ini mengalahkan segalanya. Aku pun tertidur dengan buku-buku yang beserakan di sampingku.
“kukuruyuk…” terdengar suara ayam jantan
membangunkanku.
Seperti biasa di pagi hari aku melakukan kegiatan
yang dilakukan oleh banyak orang. Dengan penuh semangat aku pergi ke sekolah
bersama ibuku. Di sekolah aku langsung membuka buku dan belajar bersama
teman-teman.
Waktu terasa begitu cepat, bel masuk telah berbunyi.
Kami pun berbaris sebelum masuk ke ruang tes. Dibagikan lembaran soal dan
lembar jawaban oleh bapak dan ibu pengawas. Terlihat soal-soal yang susah
menanti untuk dikerjakan. Kebetulan waktu itu sampingku adalah anak IX-8. Aku
tak mau berburuk sangka kepada anak di sebelahku. Makanya aku mengerjakan tes
tersebut tanpa aku tutupi lembar jawabku.
Bel tanda selesai berbunyi dengan nyaringnya. Aku
kumpulkan lembar jawabku beserta lembar soalnya.
“Huft… soalnya susah-susah amat sih!” ucapku lirih.
Dalam perjalanan pulang sekolah aku bertemu Rony dan
temannya.
“Hey Don,
kalau tes jawabannya ditutupi, di contek Laili lho punyamu,” lapor teman Rony
yang kebetulan tadi seruangan denganku.
“Hah, iya pa?
njelei banget tuh orang,” ucapku kaget.
“Aku tak menyangka ada saja orang yang seperti itu,”
gumamku.
Aku pun pulang dengan perasaan marah. Aku tidak
ikhlas jawabanku disalin orang lain. Bayangkan sudah semalam aku belajar sampai
tertidur kelelahan, tapi orang lain memanfaatkannya.
“Assalamu’alaikum” salamku saat tiba di rumah.
Kebetulan rumah sedang kosong, sehingga tidak ada
yang menjawab salamku. Segera ku berganti pakaian, mencuci kaki dan tangan,
kemudian makan siang. Aku pun masuk ke kamar dan kurebahkan tubuhku ke kasur
sambil bermain handphone. Aku buka
aplikasi Twitter. Karena kesal atas kejadian tadi, aku langsung menulis tweet yang berisi cibiran.
“Soal kayak
gitu aja nyonto sampingnya, itu
menunjukan betapa bodohnya anda,” tulisku.
“Oh… soalnya mudah? Atau betapa jeniuskah anda?” mention Topan tiba-tiba.
Aku bingung bukan kepalang. Tweet yang aku tujukan ke orang yang mencontekku ternyata malah dibalas
oleh Topan. Ini membuktikan, kemungkinan Topan juga orang yang tukang
mencontek.
Kujelaskan sedikit tentang orang yang bernama Topan
ini. Topan adalah anak yang sok cool
di sekolahku. Gayanya yang sok cuek
di sekolah tetapi alay saat di dunia
maya khususnya Facebook dan Twitter. Namun, sebenarnya orangnya baik.
“Huft… masalah baru, masalah baru. Kapan aku
terhindar dari masalah dan konflik?” batinku.
“Maaf aku gak
bermaksud buat nyindir kamu. Jadi,
kamu diem aja karena ini bukan masalahmu,” balasku padanya.
“lha kalau aku gak
maafin? Aku itu juga ikut kesindir. Aku itu anak bodoh yang sering nyontek
juga,” balasnya lagi.
Perkiraanku tepat bahwa dia juga melakukan hal yang
demikian. Dunia ini benar-benar fana.
Hanya untuk mendapatkan nilai bagus saja melakukan hal yang berdosa begitu. Aku
berpikir, jika masa remajanya sepeti itu bagaimana dewasanya. Namun, semoga
saja mereka-mereka yang mencontek dibukakan pintu hatinya dan berusaha
memperbaiki diri.
Tiba-tiba ada dua mention masuk. Ternyata dari Arini dan Kelly yang pro terhadap Topan.
“Huft… dua orang ini pasti nyontek juga,” tuduhku
dalam hati.
Perang cibir ini mungkin jadi perang dunia ketiga
yang telah genjatan senjata selama enam puluh delapan tahun. Namun, Lama-kelamaan
aku merasa capek. Aku ingin sekali menyudahi perang cibir ini. Padahal, dari
tadi aku sudah menghadapi mereka dengan kepala dingin dan tidak mencibir Topan
lagi. Namun, Topan tetap saja ngotot dan terus saja mencibirku.
Akhirnya dia juga menyudahi perang cibir tersebut.
Aku pun merasa lega. Namun, aku agak sedikit benci terhadapnya, karena dia
telah menghancurkan malam Mingguku.
Aku tak tahu apakah Topan benci denganku juga atau
tidak. Namun, aku juga belum sepenuhnya memaafkannya.
Beberapa minggu telah berlalu, tetapi sampai saat
ini aku masih ingat pengalaman itu dan masih benci terhadap Topan. Bagaimanapun
juga aku tidak tahu Topan masih membenciku atau tidak. Namun, sepertinya dia
masih benci terhadapku. Karena saat berpapasan denganku dia selalu membuang
mukanya.
“Oke deh, Kita saling benci bro,” batinku. TAMAT
No comments:
Post a Comment